Sabtu, 09 April 2016

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 1 : Epilog


x  x  x





  Aku mengundurkan diri dari Toko Biblia seperti itu. Setelahnya, aku pergi ke toko itu untuk terakhir kalinya hanya untuk mengambil gajiku bulan lalu, tapi aku tidak pernah bertemu Shinokawa setelahnya.

  Ibuku adalah orang yang paling marah ketika aku kembali menjadi pengangguran.

  OTAKMU DIMANA? MENGUNDURKAN DIRI SETELAH BEKERJA SATU BULAN? KAU BAHKAN TIDAK BEKERJA CUKUP LAMA UNTUK MEMUTUSKAN APA PEKERJAAN ITU BAIK ATAU TIDAK. YA TUHAN, SEORANG PENGANGGURAN ITU SAMA SAJA SEPERTI SERANGGA DISINI, TAHU TIDAK? YANG TIDAK MAU BEKERJA TIDAK AKAN BISA MAKAN!

  Dia terus mengatakan kepadaku untuk pergi saja dari rumah. Aku merasa ibuku agak menyesal karena melihatku begitu suram setelah dia marah-marah. Sebelum dia pergi bekerja keesokan harinya, dia meninggalkan sebuah catatan untukku di dapur.

 

  Kau sudah mendapatkan cukup uang untuk makan. Coba cari pekerjaan lain dengan tenang.



  Aku merasa terganggu bagaimana ibuku bisa mengatakan hal-hal semacam ini setelah memarahiku tempo hari.

  Jujur saja, aku tidak bisa menjelaskan mengapa aku berhenti dari pekerjaan ini. Sebagai manusia, kenapa aku tidak bisa dipercaya? Yang aku butuhkan sebagai karyawan toko adalah gajinya saja. Pada dasarnya, aku memintanya sebuah hubungan yang lebih dari hubungan pemilik toko dan karyawannya. Aku tidak tahu apa cinta juga termasuk dalam klausul ‘hubungan yang lebih’ tadi. Pada akhirnya, hubungan antara seseorang yang membicarakan soal buku dan seseorang yang mendengarkan buku merupakan hubungan yang tidak bisa diwujudkan.

  Ngomong-ngomong, aku harusnya tidak mengharapkan hal-hal yang tidak masuk akal terhadap rekan kerja, terutama yang lebih tua dan sangat cantik. Aku terus menanamkan ini ketika menghadiri beberapa job fair.

  Ngomong-ngomong, dua minggu sudah berlalu dengan damai. Setelah menulis entah berapa belas resume, aku akhirnya diundang wawancara di sebuah perusahaan makanan di kota Saitama. Mungkin kali ini semuanya akan menjadi lebih baik. Ketika aku memikirkan itu, HP-ku tiba-tiba berbunyi. Disitu tertulis nama adik Shinokawa. Awalnya aku ragu untuk menerima panggilan darinya, tapi setelah itu aku menekan tombol dan menyapanya...

  “...Bagaimana situasi tokonya?”

  ...Aku langsung bertanya tentang apa yang paling aku khawatirkan. Seorang karyawan toko tiba-tiba mengundurkan diri, pasti ada sesuatu yang besar menyebabkan hal itu. Tapi, dia menjawabnya dengan santai.

  “Untuk sementara ini kami menutup tokonya sampai ada karyawan baru. Ah, kau tidak perlu khawatir soal itu, Goura. Sejak awal memang sulit untuk membuka toko itu ketika kakakku tidak ada di rumah.”

  Meski dia mengatakan itu, aku tidak bisa menghapus rasa bersalahku. Dengan kata lain, tokonya tutup karena aku mengundurkan diri.

  “Ngomong-ngomong, ada sesuatu yang lebih penting dan ingin kutanyakan kepadamu.”

  Tiba-tiba, nadanya menjadi serius.

  “Apa terjadi sesuatu antara kau dan kakakku, Goura?”

  Hal tersulit dalam hidupku saat ini adalah menjawab pertanyaan itu. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik apa yang terjadi dengan kasus buku Belakangan Ini, dan aku sendiri tidak bisa memahami apa yang terjadi dengan Shinokawa.

  “Hmm, well...Itu agak – “

  “Apa maksudmu dengan agak...Apa kau menyentuh dada kakakku yang besar itu?”

  “BAGAIMANA MUNGKIN KAU MENYIMPULKAN SEPERTI ITU?”

  “Bukankah dadanya benar-benar besar? Bentuknya juga oke.”

  Dia jelas-jelas hanya ingin menjahiliku saja. Aku merasa seperti orang idiot karena itu saja sudah cukup untuk menjahili imajinasiku.

  “...Aku tutup saja teleponnya.”

  “Maaf, tunggu dulu dong! Kakakku agak aneh belakangan ini.”

  “Eh?”

  “Dia tidak lagi membaca buku.”

  Aku kehilangan kata-kata. Orang yang suka membawa banyak sekali buku ke toko buku? Orang yang akan membohongi siapa saja demi melindungi satu buku? Aku benar-benar sulit untuk membayangkannya.

  “Setelah kau mengundurkan diri, Goura, yang dia lakukan hanyalah melamun saja...Dia akhirnya diperbolehkan meninggalkan rumah sakit dalam beberapa hari ke depan, setelah menunggu cukup lama. Tapi dia terlihat sedih, jadi aku khawatir dengannya. Bisakah kau mengunjunginya, meski cuma sekali?”

  Pada akhirnya, aku tidak mengatakan apakah aku akan pergi atau tidak. Aku hanya mengatakan kepadanya kalau aku akan mempertimbangkan itu, dan menutup teleponnya.

  Setelah panggilan telepon itu, pikiranku terus memikirkan Shinokawa. Aku sangat khawatir dia menjadi sedih seperti itu. Apa karena diriku? Apakah aku orang yang sudah membuatnya seperti itu?

  Meski begitu, aku tidak berniat untuk mengunjunginya. Dia dengan jelas mengatakan kalau dia tidak bisa mempercayaiku, dan aku tidak mau berbasa-basi dengannya dan menganggap tidak pernah terjadi sesuatu diantara kita. Plus, mustahil bagiku untuk berbicara kepada Shinokawa yang pendiam – tapi jujur saja, aku tetap khawatir kepadanya.

  Tanpa kusadari, aku seperti terperangkap dalam loop pemikiran, dan beberapa hari telah terlewati. Aku pergi menghadiri wawancara pekerjaan di sebuah perusahaan yang berkantor di Saitama. Aku merasa percaya diri dengan wawancara itu, tapi aku tiba-tiba merasa sangat lelah ketika pulang ke Ofuna.

  Akupun keluar dari Stasiun Ofuna, menuju gerbang tiket, menuruni tangga, dan akhirnya berjalan sepanjang jalan raya. Mungkin kita masih merasakan hangatnya matahari, dan cahaya matahari yang mulai terbenam ini seperti menembus celah-celah jaketku. Tapi sebenarnya, ini sudah masuk musim gugur.

  Aku berjalan menyusuri jalan raya dan melihat gedung putih yang besar, RSU Ofuna. Jam berkunjungnya mungkin belum berakhir.



  ...Apa sebaiknya aku mengunjunginya?



  Ternyata, aku masih khawatir dengan Shinokawa. Tapi, hari ini sudah mendekati petang. Mungkin akan lebih baik jika aku mengunjunginya besok. Tidak, karena aku memutuskan untuk pergi hari ini...

  “...Erm.”

  Sebuah suara yang lembut datang dari bangku di dekat trotoar. Setelah berjalan dua-tiga langkah, aku terkejut melihat pemilik suara tersebut.

  Aku terpana, seorang wanita berambut panjang duduk di bangku itu. Dia memakai rok cerah bermotif kotak-kotak dan kemeja, dan diselimuti oleh cardigan rajutan. Itu adalah tampilan yang sama ketika aku melihatnya beberapa tahun lalu – berbicara soal kebetulan, ini adalah kedua kalinya aku bertemu dengannya di luar ruangan. Selain itu, yang kulihat dia hanya memakai piyama saja di rumah sakit.

  “Shinokawa...Apa yang kau lakukan disini?”

  “A-Aku sudah diperbolehkan...Untuk keluar dari rumah sakit...”

  Dia menggumamkan itu sambil berpegang kepada kruk yang membantunya untuk berdiri. Aku ingin memeganginya untuk membantunya berdiri, tapi dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan  berusaha berdiri sendiri. Aku memang dengar kalau dia akan keluar dari rumah sakit, tapi aku tidak menduga akan secepat ini.

  “...Kupikir kau mungkin akan...Lewat di sekitar sini.”

  Aku merasakan suhu tubuhku tiba-tiba naik. Sepertinya dia menungguku di bangku ini sejak lama, dan kami hanya berdiri disini, terpisah oleh beberapa langkah.

  “Selamat atas kesembuhanmu.”

  Hanya itu yang bisa kukatakan kepadanya.

  “...Terima kasih banyak.”

  Dia mengatakan itu sambil merendahkan wajahnya. Kami berdua hanya terdiam saja dan tidak tahu harus mengatakan apa. Kenapa dia mencariku?

  “Apa terjadi sesuatu?”

  Aku mencoba untuk mengalirkan pembicaraan. Dia menggunakan kruk itu di tangan kanannya untuk menopang tubuhnya, dan dia memberikan sebuah benda yang dibungkus sampul dengan tangan kirinya kepadaku.

  “...I-Ini.”

  “Apa ini?”

  “Tolong bantu aku untuk merawat ini.”

  Akupun mengambil bungkusan itu dengan penuh tanda tanya, dan kuperiksa isinya – mataku terbuka lebar. Ada sebuah buku di dalamnya : ini adalah buku karya Dazai, Belakangan ini. Ada tandatangan Dazai di balik sampulnya, dan terlihat seperti buku yang asli.”

  “K-Kenapa dengan ini?”

  “W-Well, aku ingin kau untuk...Membantuku menyimpannya, kumohon.”

  Aku tidak paham. Bukankah ini buku yang selalu dia inginkan agar ada di dekatnya meski dia harus membohongi semua orang? Bukankah dia menganggap ini adalah hal terpenting baginya, lebih dari siapapun?

  “Erm...Aku ingin mencoba untuk mempercayaimu, kurasa begitu...”

  Dia mengatakan itu dengan wajah yang memerah – jadi begitu ya. Aku paham sekarang. Dia ingin mempercayakan buku yang dia sebut sebagai hartanya yang paling berharga kepadaku sebagai bukti kalau dia mempercayaiku. Dengan kata lain, ini adalah caranya untuk berbaikan denganku. Well, dia ini seperti orang yang memberikan buku seharga jutaan Yen begitu saja kepadaku.

  Aku tidak bisa menahan tawaku. Dalam situasi ini, siapa yang tertawa duluan adalah yang kalah. Selain itu, perasaannya tersampaikan kepadaku, dan kupikir ini sudah cukup baik.

  “Aku tidak menginginkan ini.”

  Akupun menutup buku itu kembali dengan sampulnya dan memberikannya lagi ke Shinokawa. Ekspresinya terlihat lemas, jadi aku langsung menambahkan.

  “Tidak ada gunanya memberikan itu kepadaku, sedang aku sendiri tidak bisa membaca, jadi akan lebih baik jika kau saja yang memegangnya, Shinokawa...Well, jika aku memang ingin memegangnya, aku akan memberitahumu. Tapi ada hal lain...”

  Akupun menatapnya.

  “Bukankah ini sudah saatnya bagimu untuk memenuhi janji kita?”

  “...Janji?”

  Dia memiringkan kepalanya seperti diselimuti tanda tanya.

  “Kau berjanji akan menceritakan isi dari buku Belakangan Ini, benar tidak...Apa kau lupa janji kita?”

  Wajahnya dipenuhi senyum yang manis, dan dia seperti menjadi orang yang berbeda, membuatku bertambah sulit untuk memalingkan pandanganku darinya.

  “Tentu. Duduklah disini.”

  Dia tiba-tiba merubah nada suaranya dan mengajakku duduk di bangku. Apa dia akan menceritakannya disini? Kurasa itu agak aneh, tapi tentunya, aku tidak bisa menolak. Akupun duduk di bangku dan mencoba untuk menjaga jarak darinya, dan jarak diantara kita berdua di bangku ini hanya dipisahkan oleh sebuah buku yang ditaruh di bangku ini, ditengah-tengah kita. Tapi, dia mengambil buku tersebut dan bersandar kepadaku secara perlahan-lahan.

  Aku bisa merasakan kehangatan karena kedua tubuh kita yang bersentuhan, membuat separuh tubuhku lemas begitu saja. Apa dia akan memintaku untuk kembali lagi bekerja ke toko setelah mendengarkan ceritanya? Entah mengapa ini terjadi ketika aku sudah mulai menemukan sebuah pekerjaan.

  Ngomong-ngomong, mari kita lupakan itu terlebih dahulu. Kurasa aku harusnya mendengarkan ceritanya dahulu.

  Dia menatapku, dan tiba-tiba mengubah nada suaranya setelah mulai berbicara.

  “Kupikir aku pernah cerita kepadamu kalau Belakangan Ini adalah karya Osamu Dazai yang rilis di tahun ke-11 Showa. waktu itu, usia Dazai sekitar 20-an, diceritakan kalau dia menghabiskan waktu 10 tahun dengan menulis sekitar 5000 manuskrip. Yang diterbitkan hanyalah sebagian dari kumpulan karyanya...”





x Volume I | END x

1 komentar:

  1. Shinokawa ini seperti Harvestmoon yang memberikan Bluefather pada cewek2 yg di sukainya. Dan yah ini ceritanya Bagus banget. Romantisme seorang kutu buku dan seorang yg tidak bisa membaca buku.

    BalasHapus