Minggu, 14 Agustus 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6.5 Chapter 11 : Rapat yang sebenarnya, akhirnya dimulai -2

x x x







  Rapat dibuka dengan melaporkan perkembangan dari tiap seksi. Well, mungkin terdengar seperti itu, tapi sebenarnya jarak antara rapat ini dengan rapat sebelumnya tidaklah terlalu lama. Karena itu, tidak ada hal-hal yang spesial untuk dilaporkan, dan rapat berjalan ke topik selanjutnya dengan lancar.

  Karena merasa tidak ada lagi yang harus dilaporkan, sikap dari para sukarelawan benar-benar tidak masuk akal. Selain mengobrol dengan suara gaduh, beberapa dari mereka ada yang tiduran di meja, dan bermain dengan HP. Serius, bahkan ada beberapa yang benar-benar tidur, mereka terlihat seperti pemandangan tidak bergerak dari sebuah lukisan. Tapi, ini menggambarkan pandangan mereka kepada kami. Mereka bahkan tidak berusaha untuk menyembunyikan itu. Malahan, mereka melakukan ini bertujuan untuk menunjukkan kepada kami.

  Sikap mereka benar-benar menunjukkan bagaimana sikap yang anti-pimpinan rapat. Karena mereka memilih untuk melakukan ini, maka ini bisa mempengaruhi rasa persatuan mereka sebagai bagian dari kepanitiaan. Meski ini hanyalah sikap kekanak-kanakan, efeknya ternyata diluar dugaan. Dengan Haruka dan Yukko sebagai tokoh penggeraknya, rasa benci mereka kepada kami semakin bertambah kuat. Selama ada yang memimpin mereka, maka mereka akan terus mengikutinya.

  Hal yang mirip dengan ini, memang pernah terjadi waktu Festival Budaya lalu. Yang berbeda, adalah posisi dari Sagami, Haruka, dan Yukko.

  Kali ini, karena pimpinan panitianya dan panitia yang berasal dari sukarelawan berada dalam posisi perang, maka taktik musuh bersama yang pernah kugunakan sudah tidak diperlukan lagi. Masalah ini agak berbeda. Musuh sudah jelas-jelas terlihat di depan mata. Yang kita butuhkan saat ini adalah merubah situasi itu ke situasi dimana pihak mereka akan bertengkar dengan sesamanya.

  Karena itulah, kita membutuhkan rencana yang berbeda.

  Bagaimana situasi rapat kali ini, terasa sama seperti rapat-rapat sebelumnya, dan saat ini, situasinya memang buruk.

  Ketika Sagami memimpin diskusi, aku bertanya-tanya dalam diriku, apakah suaranya itu bisa didengar oleh semua orang disini. Aku merasa situasinya mungkin akan lebih baik jika yang lainnya tidak bisa mendengarnya. Meski begitu, Sagami terus melanjutkan kata-katanya tanpa mempedulikan hal itu.

  Kemudian, ketika kita memasuki topik berikutnya, dia berhenti sejenak. Dengan pura-pura batuk, dia berusaha menelan rasa gugupnya.

  "Kemudian, topik selanjutnya yaitu tentang lomba-lomba utamanya, seperti yang kita diskusikan pada rapat sebelumnya."

  Mendengar hal itu, semua orang tiba-tiba menghentikan kegiatannya, dan memasang sikap yang penuh perhatian tentang hal itu. Ini menunjukkan dengan jelas kalau topik ini adalah menu utama hari ini.

  Bagi mereka, ini adalah titik utama dimana mereka akan membuka serangannya.

  Tentunya, itu berlaku juga bagi kita.

  Meguri-senpai melihat ke arah Sagami dengan khawatir. Tangan Yuigahama yang sedari tadi bersandar ke meja, terlihat mulai bergetar, dia tampak cemas dengan situasinya.

  Menganggap seolah-olah sikap mereka seperti sebuah sikap yang hangat, Sagami mulai melanjutkan.

  "Mengenai masalah standar keselamatan Kibasen yang belum disepakati, kita akan melakukan diskusi tentang itu. Kita akan memberikan hukuman yang berat bagi pelanggar aturan, bekerjasama dengan Pemadam Kebakaran, dan menyediakan petugas medis."

  Ketika Sagami berbicara, Yukinoshita menutup matanya dan menegakkan posisi duduknya, terus mendengarkannya dengan tenang. Hiratsuka-sensei menyilangkan lengannya, dan terus mengamati Sagami. Tapi, tatapannya tersebut seakan-akan memberitahukan kalau dia juga terkejut, seperti membayangkan kira-kira apa yang akan dikatakan Sagami selanjutnya.

  Di tengah-tengah suasana yang dingin dan sensitif ini, Sagami terus melanjutkan.

  "Juga, agar bisa mengurangi biaya, kita juga memeriksa ulang kostum Kibasen. Untuk detailnya, tolong periksa barang-barang yang baru saja dibagikan. Selama kalian memiliki bahan-bahannya, dan mengikuti desain modelnya, persiapan lomba ini bisa dikatakan selesai. Proses pembuatannya juga sangat sederhana, tinggal mengikuti petunjuk yang tertulis disana."

  Sagami kemudian menunjukkan kepada mereka kertas desain dari kostum Kibasen.

  Itu adalah desain kasar yang digambar oleh Kawasaki, memanfaatkan bahan-bahan yang bisa meningkatkan tingkat keselamatan pesertanya. Kostumnya bisa dipisah-pisah menjadi bagian tertentu, dan juga bisa digabung lagi dengan mudah.

  Dengan begitu, meski ada panitia yang level medioker mengerjakan desain ini, maka mereka masih bisa mengerjakannya. Selama di tiap bagian kostum ada orang yang bisa dipercaya untuk mengerjakannya, maka kostum harusnya bisa selesai dengan efisiensi yang tinggi. Dari proses efisiensi produksi hingga bisa langsung dipakai dengan praktis, semua sudah diperhitungkan. Ini adalah rencana yang hebat.

  Aku tidak begitu tahu mengenai desain kostum, meski begitu, aku merasa kalau desain ini sangat bagus. Meski, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran para panitia lainnya.

  Karena itulah, kita tidak boleh lupa dengan disclaimer yang mengatakan 'desain itu diciptakan khusus untuk orang-orang tertentu'. Ini seperti memberikan lampu hijau bagi  para panitia untuk mengusulkan perubahan selama itu apa yang mereka yakini. Bukankah lebih baik menambahkan ending seperti 'ini hanyalah pendapat penulis' akan terdengar lebih baik? Tunggu, bukankah itu berarti tiap orang boleh mengatakan sesuka hati mereka?

  Setelah Sagami selesai berbicara, Haruka dan Yukko saling menatap satu sama lain. Setelah memberikan konfirmasi, mereka menganggukkan kepalanya dan menaikkan tangannya.

  "Bukankah ini terdengar seperti tidak ada perubahan dari rapat yang sebelumnya..."

  "Pada akhirnya, ini tetap bukanlah sebuah lomba yang aman..."

  Aku sudah menduga sejak tadi kalau mereka akan mengatakan itu. Malahan, semua yang dikatakan Sagami hingga saat ini memang disengaja untuk memancing kata-kata itu keluar dari mulut mereka.

  Karena itulah, semua kegaduhan di sukarelawan yang disebabkan oleh Haruka dan Yukko, semua sudah sesuai skenario.

  "Ujian beasiswa penerimaan universitas jalur olahraga, sebentar lagi akan dimulai..."

  "Kalau dipikir-pikir, bukankah ini terdengar kejam kalau yang dikatakan Ketua hari ini hanyalah mengulangi kata-katanya di rapat yang lalu?"

  "Yea! Dia hanya ingin membuat kita bekerja saja."

  Tapi, kata-kata semacam ini yang dikatakan dengan maksud terselubung, tidak akan mudah hilang begitu saja. Rasa cemas dari Sagami tampak terlihat jelas dari bagaimana dia menatap beberapa kali ke Meguri-senpai dan Yukinoshita hanya untuk sekedar mengkonfirmasi. Tidak peduli berapa kali dia sudah dibriefing sebelumnya, dia mungkin terlihat sedikit takut dengan situasi yang ada saat ini.

  Tapi, baik Meguri-senpai dan Yukinoshita menganggukkan kepalanya, membuatnya semakin tenang. Sagami mempercayai mereka, dan memutuskan kapan untuk bergerak. Dia lalu berdiri tanpa mengatakna apapun, dia terlihat lurus menatap ke arah depan, dan posisi tubuhnya tampak tidak berubah sama sekali. Yang terlihat bergetar hanyalah tangannya yang sedang memegangi kertas-kertas tersebut.

  Tidak lama lagi, semua perasaan benci mereka sudah selesai mereka keluarkan, dan semua orang tampak lebih tenang dari biasanya. Mereka semua menatap curiga ke arah Sagami yang hanya diam.

  Ini cukup mengejutkan, karena tidak peduli seberapa berisik tempat ini, ketika suasana terlihat mulai tenang, semua orang mulai menutup mulutnya secara otomatis. Semua orang melihat satu sama lain dan mengkonfirmasi suasananya.

  Tidak lama kemudian, ruangan ini diliputi kesunyian. Ini adalah momen dimana Sagami sendiri sudah menunggunya sejak tadi, lalu dia mulai mengatakan sesuatu.

  "Ini adalah penawaran terbaik kami. Kalau kalian masih belum puas, dan masih khawatir kalau akan terjadi sesuatu..."

  Seperti yang kita bicarakan sebelumnya, Sagami berhenti sejenak.

  Lalu, dia melanjutkan.

  "Kalian sendirilah yang pertama harus bertanggungjawab ketika kalian memutuskan untuk menghadiri Festival Olahraga."

  Kata-kata Sagami barusan terdengar tidak masuk akal. Para sukarelawan mulai terdengar ragu dibuatnya. Di lain pihak, Hiratsuka-sensei yang duduk di pojokan, tampak keheranan.

  "...Begini, mereka yang tidak puas dengan penawaran itu, tinggal tidak mengikuti Festival Olahraganya saja?"

  Hiratsuka-sensei tampak mengkonfirmasi kesimpulannya itu setelah mendengarkan kata-kata Sagami.

  Seperti tidak menduga kalau akan dikonfirmasi oleh seorang guru, Sagami tidak bisa memberikan jawabannya. Kali ini, Yukinoshita membantunya untuk menjelaskan.

  "Tidak hanya Kibasen saja yang bisa menyebabkan cedera. Tidak peduli lombanya apa, akan selalu ada peluang dimana siswa akan terluka. Karena itulah, kami merasa jika jumlah pesertanya semakin berkurang, maka resiko cederanya juga semain kecil. Kami merasa kalau kesimpulan itu cukup masuk akal."

  "Ah, memang benar, tapi..."

  Tanpa mempedulikan Hiratsuka-sensei yang terlihat memikirkan sesuatu, Sagami terus melanjutkan. Hal terpenting dalam penawaran ini belum disampaikan.

  "Juga, orang luar yaitu non-warga sekolah, tidak diperbolehkan untuk menghadiri Festival Olahraga. Ini termasuk menjadi suporter ataupun hanya sebagai penonton acara saja,''

  Efek dari kata-kata itu langsung terasa. Menterjemahkan sendiri kata-kata itu, para sukarelawan berpikir kalau mereka paham maksudnya dan mulai berbisik-bisik satu sama lain.

  "Apa-apaan itu...? Kenapa bisa menjadi begini?"

  "Apa maksud semua ini...?"

  Ruang rapat ini berubah menjadi suasana yang kacau dan semua orang mulai gaduh dengan suara kekecewaannya.

  Sebenarnya, kami juga tidak punya alasan kuat mengapa kami melakukan ini, jadi kami hanya mengasapi api yang sedang berkobar saja. Tapi, membuat Sagami menjadi orang yang melakukannya, memang terasa berat karena ini bukanlah karakternya. Ini adalah skill milikku.

  "Festival Olahraga SMA Sobu adalah event untuk warga sekolah saja...Orangtua, wali murid, dan teman-teman di sekolah lainnya tidak diperbolehkan untuk menghadiri ini. Dengan kata lain, selain warga SMA Sobu, maka tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam Festival Olahraga."

  Bahkah aku sendiri merasa kalau alasan ini terlalu ketat. Ketika mereka sudah sedikit tenang, mereka pasti akan melawan balik dengan sesuatu seperti, 'Hei, alasan ini terlalu dibuat-buat!'. Tapi, tidak ada yang mengatakan itu di tengah-tengah kekacauan ini.

  Hiratsuka-sensei sendiri, mungkin adalah satu-satunya orang yang terlihat tenang diantara jajaran kursi pimpinan disini. Dia tampaknya masih memikirkan dengan baik maksud dari kriteria-kriteria yang Sagami katakan barusan. Dia lalu menggosok-gosokkan tangannya di dagu, lalu dia menaikkan tangannya untuk menghentikan kegaduhan ini.

  "Tunggu, tunggu dulu. Bagaimana dengan mereka yang tidak mau hadir? Apa kalian akan benar-benar memberitahu mereka untuk tetap tinggal di rumah saja?"

  "Bisakah kita menerapkan aturan yang sama dengan event sekolah lainnya, misalnya darmawisata? Mereka yang tidak ingin ikut, bisa datang ke sekolah dan belajar sendiri di kelas."

  Aku mulai mengoceh. Ini benar-benar aturan yang ketat. Jujur saja, Festival Olahraga dan darmawisata sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali. Satu-satunya hal yang sama dari keduanya adalah: sama-sama event sekolah. Mustahil sebenarnya kita menerapkan hal yang sama. Harusnya ada solusi yang lebih masuk akal tentang ini.

  "Bisa tidak...? Atau tidak? Siapa yang bisa memutuskan soal itu? Rapat Sekolah dengan Orangtua Siswa? Guru Olahraga? Wakasek Kesiswaan? Kepala Sekolah? Tapi, Festival Olahraga hanyalah berkutat dengan aktivitas fisik saja..."

  Mari kita kesampingkan kata-kata Hiratsuka-sensei barusan, yang mulai memikirkan dengan serius struktur organisasi sekolah, dan kita terus lanjutkan rapat ini.

  Sagami lalu menatap ke seluruh peserta rapat, dan mulai membuat kesimpulan.

  "Karena kita sendiri tidak bisa menjamin keselamatan semua orang, kita tidak punya pilihan kecuali melakukan ini."

  Ini adalah sebuah keputusan yang diambil setelah mempertimbangkan keselamatan semua orang.

  Waktu kita rapat tentang skenario ini, kita harus menghujamkan kapak ke para sukarelawan tentang masalah keselamatan. Pengalaman mengatakan, kalau kita gunakan alasan yang dibuat-buat untuk sebuah masalah yang serius, maka orang-orang akan mempertimbangkan apakah masalah keselamatan ataukah Festivalnya yang akan diutamakan. Nantinya, orang-orang yang masih mempermasalahkan masalah keselamatan, akan berkurang dengan sendirinya.

  Apakah kami atau mereka, tidak ada satupun yang bisa menentang keputusan yang diambil dari struktur teratas sekolah. Kalau begitu, kita tinggal gunakan rencana mereka saja untuk melawan alasan mereka, kita terus saja menambahkan alasan-alasan formal yang ketat berdasarkan argumen mereka tentang keselamatan siswa. Kalau kita bisa memanfaatkan ini dengan baik, kita bisa mengatur diskusi ini ke arah yang kita inginkan.

  "Ah, kesimpulannya, mereka yang menolak, tidak perlu datang ke Festival Olahraga?"

  "Bukan, kupikir maksud mereka itu, yang mau datang ya silakan datang."

  "Tapi, kalau kita menentang Kibasen, kita tidak bisa menghadiri lomba yang lain juga."

  Mereka masih saja mendiskusikan hal-hal itu.

  "Maksudku, mereka ini sudah gila."

  "Sudah gak usah dengerin mereka!"

  "Yeah, memangnya mereka siapa, menentukan keputusan kita apa kita bisa hadir atau tidak?"

  Tidak lama lagi, mereka akan mulai dihinggapi emosi. Pukulan semacam ini tampaknya jauh lebih kuat dari yang kubayangkan.

  Kemudian, saatnya untuk mengirimkan pukulan terakhir.

  Akupun berdiri, dan mengumpulkan tumpukan kertas ini yang sudah disiapkan oleh Para Pengurus OSIS dan memberikannya ke Yukinoshita. Setelah menerimanya dariku, dia kemudian memberikannya ke Sagami.

  Sagami dengan tenang mengambilnya, dan menarik napas.

  "Hanya inilah yang bisa kita lakukan mengenai standar keselamatannya. Mustahil kita bisa membuat standar seperti ini menjadi lebih baik lagi. Kalau kalian masih menentangnya, kami tidak mau hanya mendengarkan pendapat dari kalian saja, tapi kami ingin mendengarkan pendapat dari seluruh warga sekolah."

  Sagami lalu menunjuk ke arah tumpukan kertas-kertas itu yang jumlahnya lebih dari seribu.

  "Ini adalah kertas kuisioner yang kita buat untuk menanyakan pendapat ke seluruh warga sekolah. Setiap siswa di sekolah ini, nantinya akan mendapatkan satu kertas ini."

  Hiratsuka-sensei berdiri, dan mengambil satu kertas dari tumpukan kertas itu. Setelah membaca itu, Hiratsuka-sensei membuka mulutnya.

  "Apakah kalian berniat untuk datang dan menghadiri Festival Olahraga...Ini pertamakalinya aku melihat kuisioner semacam ini dibagikan ke seluruh siswa..."

  Dengan senyum yang kecut, dia mengembalikan kertas itu ke Sagami.

  "Bagaimana caramu menjelaskan ini ke para siswa?"

  "Ya dijelaskan satu persatu..."

  "Huh?"

  Hiratsuka-sense tampaknya mendapatkan jawaban yang diluar dugaan dan beberapa kali mengedipkan matanya. Kali ini, Yukinoshita yang menambahkan kata-katanya.

  "Kami sudah menjelaskan semuanya. Jujur saja, benar-benar semuanya. Kami sudah menjelaskan potensi cedera di beberapa lomba, dan mereka mengatakan kalau ini terlalu beresiko. Kami sudah memberitahu mereka, meski begitu, kami ini masih belum mencapai kata sepakat dengan mereka, karena itulah kami butuh pendapat populer dari seluruh warga sekolah." Begitulah penjelasannya.

  Tidak. Ini hanya sebagian kecil saja yang terlihat di permukaannya. Tapi, ini jelas-jelas akan mempertanyakan apa kegunaan ada sukarelawan dari Klub Olahraga di kepanitiaan. Dengan kata lain, ini seperti mempermalukan mereka di depan publik.

  Membagikan kuisioner semacam ini tentang event tahunan sekolah, jelas-jelas memberikan tanda tanya besar tentang event kali ini. Entah karena niat jahat, penasaran, ataukah karena rasa keadilan, akan selalu ada orang yang menentang tindakan ini.

  Festival Olahraga mungkin bukanlah sesuatu dimana para siswa merasa antusias, kalau dibandingkan dengan Festival Budaya dan darmawisata. Tapi, mereka yang haus akan namanya masa muda, ini adalah sebuah event yang bagus untuk mengisi kehidupan SMA mereka. Jika secara sepihak ditiadakan, akan selalu ada seseorang yang muncul untuk melakukan sesuatu agar itu tidak terjadi.

  Juga, jumlah orang yang hendak melakukan sesuatu itu akan muncul dalam jumlah yang besar.

  Bagi siswa kelas satu, ini adalah Festival Olahraga pertama mereka. Bagi siswa kelas tiga, ini adalah Festival Olahraga terakhir mereka. Bahkan bagi siswa kelas dua, mungkin banyak diantara mereka yang menganggap ini semacam event spesial yang memiliki nilai emosi tertentu bagi mereka.

  Meski akan ada saja orang-orang yang berharap Festival Olahraga menjadi kacau balau, mereka yang berhadap festival tetap ada, jumlahnya akan selalu lebih banyak. Jika ternyata kacau balau, maka warga sekolah akan bertanya: apa pekerjaan para sukarelawan Klub Olahraga selama ini, yang mengisi mayoritas kepanitiaan?

  Sebenarnya, memikirkan itu saja sudah membuat Pimpinan Panitianya cemas. Sebenarnya, kita tidak perlu menanyakan itu ke seluruh siswa. Kita hanya menunjukkan kepada mereka kalau kita sudah siap dengan semuanya, dan kita bisa langsung eksekusi keputusan ini kapanpun.

  Sebenarnya, peluang untuk menyebarkan kuisioner ini cukup rendah, tapi tidak masalah selama mereka berpikir kalau kita berniat untuk melakukannya.

  Biarkan itu menjadi pelajaran berharga bagi kalian yang selalu menggunakan jumlah untuk menekan sesuatunya. Jadi, bagaimana kabarnya dengan 'keunggulan jumlah' yang kalian agung-agungkan sebelumnya? Silakan tenggelam sendiri dalam ketakutan yang kalian buat atas nama suara mayoritas.

  Tentunya, akan selalu ada orang yang muncul untuk menolak ini.

  "Ta-Tapi, meski begitu, bukankah tidak masalah jika kita meniadakan Kibasen saja?"

  "Tidak perlu meniadakan seluruh lomba festival hanya untuk itu..."

  Tapi, suara dari Haruka dan Yukko, dan orang-orang disekitarnya mulai merendah. Mungkin mereka takut kalau seluruh warga sekolah akan menyalahkan mereka, sekarang mereka mulai mencari-cari alasan untuk situasi ini.

  Kurasa, ini saatnya untuk melakukan skakmat. Pukulan terakhir ini harusnya bisa membuat mereka diam.

  "Aku ingin kita membicarakan soal Kibasen juga. Meski sebelumnya sudah disetujui oleh semua orang, tampaknya sekarang banyak yang menentang itu."

  "Memikirkan kalau sesuatu yang sudah disepakati bersama, sekarang diingkari...Kalau kabar semacam ini terdengar ke seluruh warga sekolah, mungkin kita semua yang hadir disini harus bertanggungjawab..."

  Dari titik dimana Sagami berhenti berbicara, Yukinoshita melanjutkan kata-katanya. Kira-kira usaha keras seperti apa yang dia gunakan untuk bisa berakting seperti itu. Jujur saja, cara kita melakukan ini juga tidak begitu jujur, dan Yukinoshita sangat tidak menyukai hal-hal semacam ini.

  Tapi, mungkin karena nada barusan terdengar meragukan, kata-katanya memiliki efek kepada para sukarelawan. Gadis yang terkenal dengan multitalenta, yang sampai saat ini bersikap seperti seorang Ibu Ketua yang sebenarnya, tiba-tiba merasa ragu dengan kata-katanya.

  Suasana ruangan ini menjadi lebih gaduh dari biasanya.

  Apa yang baru saja kita katakan adalah kita sadar betul mengenai kekhawatiran mereka dan kita menciptakan sebuah penawaran untuk mengatasi resiko-resikonya. Jika mereka ingin menculik Festival Olahraga sebagai seorang sandera, maka kita akan tunjukkan kepada mereka kalau kita juga bisa melakukannya.

  Tiap pihak seperti sedang menahan diri untuk menekan tombol nuklir yang bisa menghancurkan impian masing-masing pihak tentang Festival Olahraga ideal mereka masing-masing.

  Dengan kata lain, yang kita kehendaki adalah situasi dimana kita semua sama-sama hancur.

  Baik Haruka dan Yukko tampak terguncang.

  "Apa-apaan ini...Kenapa bisa begini..."

  "Ini sudah kelewatan."

  "Hanya karena lo itu Ketua, bukan berarti kami harus patuh kepadamu? Omong kosong semacam itu tidak akan pernah ada."

  Suara-suara kebencian dan kritik mulai dilayangkan ke Sagami. Ini sangat wajar. Sejak awal, dia memang menjadi sasaran kebencian mereka. Menjadi target sasaran darts dari semua orang disini adalah hal yang wajar. Karena mereka memang berhak melakukannya.

  Jika tidak ada cara lagi untuk mendamaikan hal ini, maka ini akan berakhir dengan saling menjatuhkan, ataupun diseret-seret. Orang yang memiliki posisi tertinggi disini hanya memiliki dua opsi tadi. Tapi memang jelas, orang yang paling mudah menjadi kambing hitam dalam masalah ini adalah Ketua Panitia.

  Dengan kata lain, kalau situasi ini terus seperti ini, maka tinggal menunggu waktu saja kalau Sagami akan menjadi bulan-bulanan orang disini.

  "Kau selama ini jelas-jelas tidak bekerja sebagaimana Ketua Panitia seharusnya. Kenapa kali ini kau tiba-tiba bekerja dengan rajin."

  "Sungguh tidak masuk akal, padahal tempo hari kau juga jelas-jelas sengaja telat untuk datang ke rapat..."

  Topik mulai berubah dari mempersoalkan pekerjaan Ketua Panitia, kini menjadi serangan pribadi. Dan inti dari serangan itu, jelas berasal dari Haruka dan Yukko, karena mereka kenal betul siapa Sagami. Karena dulunya mereka itu adalah teman dekat, sehingga mereka bisa menarget kelemahan Sagami.

  "Oi, hentikan itu."

  "Ya, benar. Tolong tenang."

  Meski Hiratsuka-sensei dan Yuigahama meminta peserta rapat untuk tenang, mereka berdua juga menunjukkan ekspresi cemas. Dengan begitu banyaknya darah dipompa ke kepala mereka, kerumunan massa ini tampaknya tidak mau mendengarkan perintah untuk diam. Tidak hanya itu saja, suara gaduh ini bertambah ramai saja.

  "Waktu Festival Budaya lalu, Sagami tuh gak niat kerja waktu menjadi Ketua Panitia. Kenapa sekarang sikapnya tiba-tiba berubah?"

  "I-Itu..."

  Mendapati masa lalunya tiba-tiba dipermasalahkan, suara Sagami mendadak menjadi pelan. Festival Budaya mungkin bukanlah sebuah memori yang indah untuknya. Meski begitu, mereka harus terus menyerang titik lemah musuh mereka. Karena itulah, Haruka dan Yukko terus mengucapkan serangan verbalnya.

  "Waktu itu, kami malah mencaci-maki pria brengsek itu setiap saat. Kenapa kau malah sekarang mau menjadi temannya?"

  "Yea, bukankah kita ini harusnya menjadi temanmu? Kenapa kau malah bekerjasama dengan pria hina itu?"

  Sepertinya, kali ini Haruka dan Yukko secara spontan mengatakan emosinya begitu saja. Sikap mereka itu membuat orang-orang di sekitarnya hanya bisa menonton dengan diam. Tentunya, aku salah satunya.

  "Erm, hei-hei, tunggu dulu kalian. Hikki itu tidak seperti itu."

  Yuigahama berusaha memadamkan api yang sedang membakar tempat ini, tapi itu adalah momen yang buruk ketika ada seseorang yang berusaha membelamu ketika kau sendiri menjadi satu-satunya orang yang dicaci-maki di tempat ini.

  Akupun berdiri, dan setelah memilih dengan hati-hati kata-kataku, aku mengatakan sesuatu kepada Haruka dan Yukko.

  "Well, memang benar kalau Sagami dulunya seperti itu, tapi kali ini..."

  " D I A M   S E M U A ! !..."

  Kata-kataku dipotong. Kulihat asal suara itu, ternyata Sagami yang sedang merendahkan kepalanya. Apa dia yang baru saja mengatakan itu? Untuk mengkonfirmasi itu, akupun melangkah selangkah ke depan dan melihatnya. Kemudian, Sagami menegakkan kepalanya, dan dengan suara yang jelas, berbicara kepadaku.

  "Kalian diamlah. Kenapa berisik begini. Apa mau kalian?"

  Yang dia katakan barusan juga diarahkan kepadaku. Sejak Festival Budaya, Sagami selalu menjadikanku sasaran emosinya. Well, kurasa aku harus meresponnya balik. Ketika hendak melakukannya, seseorang melangkah di depanku.

  Yukinoshita mengibaskan rambutnya dan melihat Sagami dengan emosi.

  "Sagami-san, yang baru saja kau katakan itu..."

  " D I A M   L O ! "

  Tapi, Sagami juga tidak punya niatan untuk mendengarkan kata-kata Yukinoshita. Seperti Haruka dan Yukko, dia juga mengatakan emosinya.

  "Kalian seenaknya memutuskan sendiri. Tidak ada yang mau mendengarkanku. Sekarang kalian mau meminta aku untuk mengerti kalian?"

  Dia mulai menarik napasnya pelan-pelan seperti baru saja melakukan sesuatu yang membutuhkan energi luar biasa, dia mulai mengatakan sesuatu lagi.

  "Apa kalian tidak lihat kalau aku juga berusaha memberikan yang terbaik juga...?"

  Apa ini diarahkan kepadaku dan Yukinoshita? Suara itu terdengar tidak hanya diarahkan kepada kami, tapi kepada Haruka dan Yukko juga?

  "Apa kalian tidak lihat aku ini sudah bekerja dengan sungguh-sungguh menjadi Ketua Panitia!? Apa kalian tidak bisa melihatnya!? Aku bahkan sampai meminta maaf dan menyesal di depan kalian..."

  Sagami merendahkan kepalanya, ekspresinya tidak terlihat jelas olehku. Meski begitu, aku bisa melihat jelas kalau air mata mulai menetes dari wajahnya. Secara perlahan, suaranya merendah. Meski begitu, tidak ada satupun yang mengatakan sesuatu. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah suara Sagami yang terisak-isak, lalu dia mengatakan sesuatu lagi.

  "Karena itulah, aku mengatakan kepada kalian kalau aku akan bekerja lebih baik kali ini, karena itulah..."

  Sagami tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Apa yang terdengar selanjutnya bukanlah kata-kata, melainkan suara tangisan.

  Ketika Meguri-senpai berusaha memegangi punggung Sagami, dia mengatakan sesuatu dengan lembut, "Sagami-san". Meski begitu, Sagami tampak tidak bisa mengontrol dirinya, dan mulai menangis di tempat ini.

  "Shiromeguri. Bisa bawa dia ke tempat lain?"

  Meguri-senpai menganggukkan kepalanya mendengar instruksi Hiratsuka-sensei. Kemudian, dia menarik tangan Sagami dan membawanya ke tempat lain. Setelah itu, mereka berdua keluar dari ruangan ini.

  Orang-orang di ruangan ini hanya bisa melihat keduanya pergi dengan diam.

  Tidak ada satupun orang yang mengatakan sesuatu, sehingga suasana disini terlihat sunyi. Bahkan Haruka dan Yukko, yang sejak tadi mengoceh saja, hanya bisa terdiam. Masih terdengar ada beberapa orang berbisik ini dan itu, tapi secara keseluruhan, suasana ruangan ini terasa sunyi.

  Akhir drama ini benar-benar diluar dugaanku. Aku benar-benar tidak mengiranya. Ini bukanlah sebuah alasan. Ini bukan pula sebuah hal yang logis. Ini tidak masuk akal sama sekali. Sagami hanya menangis dan mengatakan emosinya.

  Ini berbeda dengan rencanaku, dimana tidak membiarkan dia merasa bertanggungjawab atas semuanya. Dengan kata lain, aku sudah salah kalkulasi. Dan kali ini tidak terjadi situasi dimana pihak pimpinan panitia dan sukarelawan sama-sama hancur.

  Okelah, aku paham ini. Kau hanya menggunakan tangisan dan nada yang memelas. Hanya itu saja.

  Kuakui, aku kalah hari ini.

  Serius ini, kuakui aku kalah.

  Metodenya begitu menyedihkan, bodoh, vulgar, dan perlu dikasihani. Karena itulah, aku tidak pernah memikirkan metode yang sesederhana itu.

  Sejak awal, masalah ini muncul dari emosi. Jika kita ingin menyelesaikan ini, kita harus mendebatnya dengan menggunakan emosi juga.

  Membalikkan emosi mereka dengan emosi, membalas balik ketika sudah tersudut.

  Di sebuah medan perang yang berlumpur ini, siapa yang hilang kendali, maka dialah yang kalah. Sagami sudah meninggalkan ruangan ini. Sedangkan Haruka, Yukko, dan orang-orang di sekitarnya masih butuh waktu untuk kembali ke diri mereka. Seperti merasa sangat malu hanya diam dan menatap saja, mereka mulai duduk kembali di kursinya.

  Kesunyian yang tidak nyaman ini, yang membuat semua orang harus berpikir dua kali sebelum menggerakkan tubuhnya, tiba-tiba Hiratsuka-sensei pura-pura batuk. Mungkin, hanya Hiratsuka-sensei saja yang bisa mengembalikan suasana kacau di tempat ini.

  Setelah melihat ke arah semua orang, dia berbicara.

  "Kutanya lagi kepada kalian. Apakah ada yang menolak penawaran Ibu Ketua tadi?"

  Jika ada yang menolak saat ini, maka orang itu akan dianggap sebagai orang brengsek. Mungkin tidak akan ada yang berani, melawan seseorang yang menangis seperti itu di depan semua orang.

  Karena itulah, tidak ada yang berani menaikkan tangannya.

  Hiratsuka-sensei menganggukkan kepalanya dengan ekspresi puas.

  "Oke, kalau begitu sudah diputuskan."

  "Sekarang, akan kujelaskan apa yang akan kita lakukan mulai hari ini dan seterusnya."

  Menggantikan Sagami, Yukinoshita melanjutkan rapatnya. Suara Yukinoshita yang tenang dan stabil itu, mulai menggema di ruangan rapat ini. Seperti kembali ke sedia kala setelah badai besar berakhir.

  Akupun bersandar ke kursi dan memiringkan badanku, sambil bernapas lega.







x Chapter XI Part 2 | END x

  

3 komentar:

  1. Ternyata kepribadian Sagami sudah membaik.

    BalasHapus
  2. Akan bagus kalau sinetron di Indonesia mengangkat tema kepanitiaan kegiatan sebagai cerita... terutama yang model Sagami ini. Kalau ada bakal gua pantengin sumpah

    BalasHapus
  3. meski sifat nya kayak gitu gua jadi simpati ama sagami dan kesel liat haruka&yukko yg bilang temen tapi malah nge bully sagami😒

    btw sayang ini kagak ada di anime nya pen liat sagami bikin yukinoshita diem wkwkwk

    BalasHapus