Rabu, 17 Agustus 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6.5 Chapter 12 : Dengan begitu, festival mereka tidak akan berakhir -2

x x x







  Meski kita menginginkan untuk memperoleh kemenangan, tapi situasi saat ini sedang tidak berpihak ke kami.

  Setelah semua persiapannya selesai, festival dibuka dan aku akhirnya punya kesempatan untuk beristirahat.

  Satu-satunya lomba yang kuikuti adalah lomba lari. Karena hanya ikut satu lomba, mayoritas waktu luang kuhabiskan dengan berada di tenda medis dan mengamati perlombaan. Perlombaan apapun itu, tim merah selalu dalam posisi yang tidak diunggulkan.

  Menjelang siang, kupikir poin kita tidak akan jauh dengan tim putih. Tapi kenyataannya, kita jauh tertinggal.

  Sepertinya, tim merah sudah pasrah kalau mereka akan kalah dalam festival kali ini, dan tim merah sudah memasuki "Mode Pecundang". Motivasi mereka terlihat menghilang. Masih ada saja yang berkata, "Ini karena aku sendiri tidak serius...Tidak, aku sebenarnya sejak awal memang sudah malas ikutan", ya pikiran semacam itulah. Bahkan ada saja peserta dari tim merah yang berpartisipasi hanya sekedar ingin menghibur dan menjadi bahan tertawaan orang.

  Orang-orang seperti itu, biasanya melakukan sesuatu yang bisa memancing tawa dari penonton. Kebanyakan dari mereka itu, juga setiap harinya bersikap seperti seorang badut bagi sekitarnya, sehingga para penonton menganggap itu wajar-wajar saja meskipun sebenarnya itu terlihat menyedihkan.

  Tapi, itu akan menjadi masalah besar jika mulai mempengaruhi teman-teman normal-mu , dan juga secara perlahan mulai mempengaruhi teman dari temanmu. Aku sendiri tidak tahan jika mendengar para penonton mulai mengatakan sesuatu tentang timku, seperti "tim mereka menyedihkan banget ya". Meski aku sekarang ini bertindak sebagai petugas medis, aku tidak bisa menyembuhkan perasaan seperti itu...

  Event seperti ini yang melibatkan seluruh warga sekolah, melakukan sesuatu yang cocok dengan kastamu itu terlihat sangat mudah. Yang termudah adalah, memberikan yang terbaik untuk perlombaan ini. Mungkin sederhananya begini: selama kau terlihat melakukan sesuatu sama seperti yang lainnya, selama kau sudah memastikan kalau dirimu tampak lebih menarik daripada yang lainnya, maka para penonton akan melihatmu sebagai orang yang keren.

  Menjadi lebih keren dari yang lain, tidak serta merta membuat sifat aslimu terlihat keren juga.

  Bukti teoriku itu adalah sebuah eksistensi dari inti tim putih, Hayama Hayato.

  Hayama ini sebenarnya tidak tampan. Yang dia lakukan hanyalah mengikuti lomba lari estafet dengan santai seperti yang lainnya.

  Okelah, mungkin lebih tepat kalau dia disebut sedikit tampan.

  Anehnya, dia selalu juara satu di semua lomba yang diikutinya.

  Para gadis pasti menjadi liar jika melihat hal-hal semacam ini.

  Di setiap lomba dimana Hayama, pencetak poin terbanyak bagi tim putih, area di dekat Hayama selalu dikelilingi oleh kerumunan para gadis. Pria-pria di sekitar area tersebut terlihat memasang senyum yang dipaksakan. Aku merasa tidak terganggu dengan pemandangan ini karena aku tidak melihat Tobe dan yang lainnya di kerumunan itu.

  Meski begitu, orang-orang yang bisa tersenyum seperti itu mungkin hanyalah orang luar, seperti diriku ataupun teman-teman Hayama. Dengan kata lain, seluruh pria di tim putih kecuali Hayama.

  Para pria di tim merah sendiri, memasang ekspresi yang dipenuhi dengan kebencian. Terutama Zaimokuza. Matanya saat ini terlihat sebusuk diriku.

  Kontras dengan tim Hayama, tim merah seperti kehilangan motivasi dan mulai terlihat seperti kumpulan para pecundang. Jelas sekali, tim putih sudah memiliki keuntungan untuk memenangkan festival ini.

  Ketika festival ini sudah mendekati lomba-lomba penutup, aku melihat ke papan skor yang ditaruh di dekat jendela gedung sekolah. Ada selisih antara skor kedua tim.

  Tim putih 150, dan tim merah 100.

  Mungkin, keunggulan ini tidak akan berubah hingga selesai.

  Kulihat dari kejauhan papan skor itu, dan mendesah pasrah. Di saat yang sama, aku mendengar suara yang sama dari sebelahku. Ketika kulihat, ternyata Yuigahama terlihat menggerutu.

  Well, aku bisa paham apa yang dirasakannya. Kalau diingat-ingat, bagaimana dia berteriak dengan lantang untuk memenangkan festival ini, memang skor ini terlihat agak...

  Ketika aku memikirkan ini, aku melihat seseorang yang sedang memperhatikan papan skor dengan ekspresi yang lebih jujur dari kami berdua. Yukinoshita berdiri disana dengan menyilangkan lengannya. Lalu, dia pura-pura batuk.

  "...Lomba apa saja yang tersisa?"

  Aku melihat keseriusan dalam nada suaranya, jadi aku menjawabnya dengan jujur.

  "Ah. Dua lomba terakhir adalah lomba-lomba utamanya, Kibasen dan Botaoshi."

  "Oh, benarkah..."

  Lalu, dia terdiam.

  Yuigahama dan diriku hanya bisa menatap satu sama lain, dan kami berdua menganggukkan kepala kami.

  Apakah ini saatnya? Saat dia akan menjadi itu?

  Kalau dibandingkan dengan kobaran api yang berwarna merah, kobaran api biru memang lebih panas. Persis seperti situasi Yukinoshita saat ini.

  Yukinoshita belum menyerah. Bahkan, dia sedang memikirkan cara untuk menang. Ini adalah contoh yang baik untuk menunjukkan bagaimana orang yang tidak mau menyerah begitu saja.







x Chapter XII Part 2 | END x




  Kalau kita pikir lebih jauh, ini sebenarnya cukup lucu. Hachiman merasa iri karena Hayama menjadi idola para gadis, sementara dia hanya menjadi penonton di tempat yang gelap dan terisolasi.

  Sedang Hayama sendiri, iri dengan Hachiman yang dekat dengan Yukino...

  

1 komentar: