Jumat, 29 September 2017

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 3 Chapter 2 : Buku Anak-Anak Tentang Seekor Musang, Biawak, dan Anjing? (4/6)



Jalanan tidak begitu macet ketika berada di hari kerja, dan tampaknya kami akan tiba lebih cepat dari perkiraan semula.

"Apa Masa mengatakan itu kepada kalian? Kalau aku berniat untuk memperbaiki hubunganku dengan Ibuku?" tanya Shinobu dari arah kursi belakang.

"Ya..." Shioriko yang duduk bersebelahan denganku di kursi depan menganggukan kepalanya.

Toko sengaja tutup hari ini, dan kami bertiga saat ini berada di dalam mobil van, menuju ke rumah keluarga Shinobu di Totsuka.

"Ah, sebenarnya tebakannya salah. Serius ini, aku benar-benar tidak ada minat untuk bertemu orangtuaku. Bahkan selama perjalanan ini saja sudah membuat mood-ku jelek. Coba perhatikan wajahku, kelihatan kan?"

Kulihat sejenak lewat kaca mobil dan melihat ekspresinya yang kesal. Sepertinya, saran Masashi ini mulai tidak masuk akal jika melihat kekesalan di raut wajah Shinobu karena akan bertemu kedua orangtuanya.

"Apa yang Ibuku katakan ke Masa, membuatku tidak bisa memaafkan Ibuku, dan Ibuku itu jelas melakukan tindakan itu bukan atas dasar sebagai orangtua. Kupikir tidak ada seorangpun yang bisa memahami itu."

"Aku paham maksudmu." Shioriko menganggukkan kepalanya, lalu dia menambahkan.

"Ada hal-hal dimana orangtua bertindak kelewat batas. Kalau ada perselisihan antara Ibu dan putrinya, biasanya masalahnya berawal dari si Ibu."

"Itu benar sekali. Eh mbak pemilik toko ini ternyata tahu betul maksudku. Ya begitulah."

Shinobu lalu mulai mencondongkan tubuhnya ke depan dan berpegangan ke sandaran kepala kursi penumpang depan   sepertinya pembicaraannya sudah mulai terdengar seperti pembicaraan yang akrab lagi.

Mobil terus bergerak mengikuti jalan raya ini hingga berhenti di sebuah rumah yang dekat dengan sungai, disana kuparkir mobil van tersebut. Rumah yang besar, terkesan tua dengan halaman yang sangat luas. Aku juga melihat ada beberapa poster dan selebaran tentang partai politik yang ditempel begitu saja di pagar rumah.

"Ternyata tidak ada yang berubah sama sekali."

Shinobu merobek poster bergambar seorang politisi yang tertempel di pagar dan membuka gerbangnya. Gerbangnya sendiri tertempel sebuah papan nama yang bertuliskan "Kawata". Mungkin, itu nama keluarga dari Shinobu. Shinobu lalu berhenti di sebuah kebun dimana banyak tanaman disana dibungkus dengan plastik berwarna putih, Shinobu lalu memasang wajah kesalnya.

"Ibuku benar-benar maniak tanaman organik...Tapi jangan terlalu cepat memuji dahulu. Tanaman-tanaman ini tumbuhnya tidak wajar dan rasanya hambar. Tapi suasana hatinya selalu membaik jika membahas tentang kebunnya ini."

Shinobu memasang wajah kecut ketika sedang membahas Ibunya. Sepertinya, orangtua dan anak yang berselisih memang memiliki banyak sekali kemiripan karakter.

"Eh, itu apa...?" Shioriko menunjuk ke sebuah rumah kayu kecil.

Bangunan tersebut tampak sangat tua dan terlihat kalau sudah di cat berulang kali. Dalam bangunan tersebut kosong, tapi terlihat jelas kalau tempat ini sering dibersihkan.

"Oh, itu rumah dimana anjing keluarga berada ketika masih ada disini...Waktu itu aku masih SD."

Ada tulisan samar-samar di atap rumah anjing tersebut, mungkin karena sering terkena hujan dan angin, meski begitu aku masih bisa membaca tulisannya secara samar-samar.

Friendly House

"...Apa nama anjingnya Friendly?"

Nama yang cukup aneh untuk seekor anjing, tapi   

   Shinobu lalu tertawa keras.

"Kau konyol sekali Goura. Ya maksud Friendly disana itu adalah harapan agar bisa terjalin persahabatan yang baik antara pemilik dan anjingnya, tapi aku memang merasa kalau tulisan semacam itu tidak cocok untuk ditulis di atap rumah anjing. Bukankah lebih cocok kalau ditulis nama anjingnya saja?"

"Memangnya, nama anjingnya apa?"

"Tobiku" kata Shinobu. Lalu dia menambahkan.

"Aku menemukannya ditinggalkan di pinggir sungai, dan akupun meminta ijin orangtuaku untuk merawatnya disini...Dia bersama kami kurang lebih tiga tahun. Meski begitu, Ibuku selalu membencinya. Dia terus-terusan mengatakan kalau anjing tersebut bodoh dan sering menggonggong."

Shinobu mulai menggerutu ketika dia mencoba mengingat-ingat masa kecilnya.

"Memang betul dia bukan anjing yang pintar, dan sering mencoba kabur ketika aku mengajaknya jalan. Tapi suatu hari ketika aku baru pulang dari darmawisata sekolah, dia menghilang."

"Kenapa kau namai dia Tobiku?"

Aku merasa nama tersebut terlalu aneh. Kurasa kurang cocok kalau digunakan sebagai nama anjing.

"Umm...Well...Ah! Itu dia!" Shinobu lalu menegakkan pandangannya.

"Aku dapat nama itu dari buku tersebut! Aku pernah cerita soal anjing yang ditinggalkan ketika dia besar, benar tidak!? Nah nama anjing tersebut adalah Tobiku."

Akhirnya kami mendapatkan sebuah nama untuk karakter   bukan, mungkin tepatnya salah satu hewan dalam cerita. Nama tersebut tidak terdengar seperti berasal dari barat, mungkin setting ceritanya itu tempatnya bukan di Amerika atau Inggris. Tentunya, ada kemungkinan kalau setting tempatnya juga merupakan tempat yang fiktif.

Shioriko tiba-tiba menundukkan kepalanya dan menaruh ujung kepalan tangannya di bibirnya. Sepertinya dia teringat sesuatu.

"Ada apa?"

"Tobiku...Sepertinya aku pernah dengar nama itu, tapi dimana ya."

"Eh? Serius? Apa kau menyadari sesuatu?" Shinobu langsung mendekatinya.

Shioriko lalu mundur sejenak untuk menghindari tatapan langsung Shinobu.

"Bu-bukan begitu, bukannya aku ingat sesuatu atau sejenisnya, tapi..."

"Tapi...?" aku memberitanya tanda untuk melanjutkan kata-katanya.

"Biasanya, aku mengingat semua karya yang pernah kubaca, jadi ketika aku tahu nama karakternya, aku langsung tahu judul bukunya. Tapi sayangnya tidak begitu kali ini."

"Apa mungkin karena kondisimu sekarang kurang sehat?"

Sebelumnya, dia pernah kesulitan mengingat informasi sebuah buku yang berharga karena demam yang tinggi. Tapi, Shioriko menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Hari ini aku baik-baik saja...Hanya saja ini membuatku sedikit frustasi."

Akhirnya, waktu pertemuan sudah tiba, kami bertiga mulai berjalan menuju pintu masuk rumah. Shinobu lalu berdiri di depan bel pintu, tapi dia tidak mau menggerakkan tangannya untuk menekan bel rumah. Sangat jelas bagiku, dia memiliki kekhawatiran tentang bertemu keluarganya lagi.

"Bagaimana kalau aku yang menekan belnya?"

Dia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jangan, aku tidak apa-apa. Biar kutangani ini." Shinobu menjawabku dan mulai melakukan beberapa tarikan napas yang panjang.

Sepertinya seluruh keberaniannya sudah dikumpulkan dan jarinya mulai menekan bel rumah, pintu lalu terbuka dengan sendirinya, dan seorang pria tua berambut kusut muncul. Tatapan mata dan wajahnya yang bulat memang seperti Shinobu, dan keduanya memang menakutkan.

"Selamat datang..." dia mengatakan itu dengan pelan tanpa memandang langsung ke arah kami. Sepertinya dia tidak berniat untuk menyambut kami. Malahan, kesannya seperti hendak menutup pintunya saja.

"Ibu mana?" tanya Shinobu.

"Dia ada di ruangan lantai atas...Naik saja kesana." Dia lalu langsung masuk ke rumah tanpa menunggu Shioriko dan diriku untuk memperkenalkan diri. Ketika kami melangkahkan kaki ke rumah ini, dia sudah tidak terlihat lagi di lorong.

"Apa barusan itu Ayahmu?" tanya Shioriko ke Shinobu.

"Yep. Dia orangnya tidak banyak bicara, beda dengan Ibuku. Dia belum pernah bicara langsung kepadaku selama puluhan tahun...Tapi sifat orangnya memang begitu. Kurasa karakter kita berdua memang berbeda jauh."

Shinobu menjelaskannya sambil melepaskan sepatunya. Sepertinya dia tidak merasa cocok dengan Ibunya karena alasan lain.

"Ayo, kita ke atas, ke atas...Meski sebenarnya ini sudah bukan rumahku lagi." gerutu Shinobu ketika mengajak kami ke atas.

Ruangan di lantai dua yang dimaksud ternyata kamar Shinobu yang lama. Karena pintunya separuh terbuka, kuintip isinya di dalam dan kulihat ada ranjang berwarna putih, lemari-lemari, dan meja yang tertata rapi. Perabotannya memiliki model yang unik dengan banyak sekali lengkungannya   ini jelas bukan ruangan ala Jepang. Ini lebih mirip sebuah hotel.

Seorang wanita berambut putih yang duduk di ruangan tersebut berdiri dan berjalan ke arah kami. Wajahnya yang bulat  memang mirip Shinobu, tapi bibirnya memang tampak lebih lebar dari Shinobu; ekspresi wajahnya tampak serius seperti hendak mengatakan sesuatu yang penting.

Lalu wanita tersebut memasang senyum yang sinis.

"Aku terkejut, ternyata kau tepat waktu. Ini lumayan langka."

Suaranya terdengar serak, tapi caranya bicara terdengar seperti terucap dari seorang gadis muda. Ini memberikan kesan kalau dia ini wanita yang ambisius, dan berkemauan kuat.

"Apa mereka berdua ini temanmu yang katanya dari toko buku bekas? Mereka tampak masih muda...Well, kurasa itu cocok. Kau kan memang selalu bersikap kekanak-kanakan."

Wanita ini langsung mengeluarkan kalimat sarkasme. Dia ternyata memiliki lidah yang jauh lebih tajam dari dugaanku. Ekspresi wajah Shinobu langsung tegang dibuatnya.

"Mereka berdua ini berasal dari toko buku yang cukup terkenal di Kita-Kamakura, Shinokawa dan Goura."

"Dari Kita-Kamakura langsung kesini?" suara seraknya menggema di seluruh ruangan seperti mempertegas kekagumannya.

"Maaf kalau putriku ini memberi kalian masalah...Dia ini gadis bodoh. Aku Kawabata Mizue, senang berkenalan dengan kalian."

Setelah mengejek putrinya, tiba-tiba dia merendahkan kepalanya. Karena panik, kamipun dengan cepat merendahkan kepala kami juga. Shioriko sendiri hanya bisa menoleh kesana-kemari dengan ekspresi cemas; sepertinya dia ketakutan oleh kata-kata tajam dari Kawabata.

"Oke, soal buku yang kukatakan di telepon." Shinobu mengatakan itu dengan ekspresi kesal di wajahnya. Dia mungkin ingin menyelesaikan urusannya dengan cepat disini sebelum kehabisan kesabaran.

"Ah, buku yang pernah kau baca waktu kecil ya."

Kawabata Mizue lalu mengeluarkan sebuah kardus besar dari lemari berwarna putih.

"Memang ada beberapa buku yang kau tinggalkan. Meski begitu, semuanya buku-buku yang tidak berguna." Dia mengatakan itu dengan sinis.

Aku sendiri mulai merasa tidak nyaman. Dia sepertinya selalu punya hal-hal jelek tentang putrinya setiap kali ada momen untuk berbicara.

"...Boleh kita buka?" kutanya Shinobu, dan dia mengangguk.

Kulihat isinya dan disana memang ada tumpukan buku. Tapi, yang kulihat hanyalah buku SMA dan manga-manga shoujo saja.

"Kalian tahu sendiri kan, ada novel tidak disana? Gadis ini tidak suka membaca. Dulu aku beberapa kali membelikan buku untuknya, tapi dia tidak mau membacanya."

"Se-selain yang ini, anda apakan buku yang lainnya?" Shioriko, yang sejak tadi hanyah diam, menyakan itu dengan terbata-bata. Dia jelas-jelas merasa tertekan oleh Ibu Shinobu.

"Kubuang, itu sudah dulu sekali. Buku-buku itu dulunya disimpan di basement sejak gadis ini belum pergi dari rumah. Karena itulah, aku berpikir dia sudah tidak membutuhkan buku-buku ini lagi. Mungkin yang dicari itu tercampur dengan yang dibuang itu."

Untuk jaga-jaga, kuperiksa tumpukan buku-bukuini lagi, sambil mendengarkan pembicaraan mereka. Seperti dugaanku, tidak ada satupun buku anak-anak disana. Ketika aku merapikannya untuk menaruhnya kembali ke kardus, sebuah foto yang terselip diantara buku Asari-chan dan manga Hot Road terjatuh. Sepertinya foto ini kebetulan berada disana diapit kedua buku tersebut. Kuambil foto tersebut dan kuamati dengan cermat.

Gambar tersebut adalah gambar seorang gadis muda dengan pakaian seragam sailor, berdiri di sebelah perempuan paruh baya yang memakai baju setelan berwarna biru gelap. Perempuan paruh baya tersebut tidak memiliki rambut putih ataupun kerutan di wajahnya, tapi perempuan ini sangat mirip dengan Kawabata Mizue yang berada di depanku.

Masalahnya adalah gadis muda di gambar ini. Rambutnya diwarnai dan dimodel keriting, lalu kedua tangannya dimasukkan ke kantong rok yang panjangnya hampir menutupi seluruh kakinya. Yang semacam ini biasanya model-model siswi nakal di sinetron atau manga. Huh, jadi ternyata di dunia nyata ada yang seperti ini, tidak hanya di sinetron atau manga.

Hmm?

Makeupnya memang berbeda sehingga aku tidak menyadarinya, tapi kalau wajah gadis muda itu dilihat secara seksama, memang mirip Sakaguchi Shinobu.

"Tu-tunggu Goura, berikan itu kepadaku!"

Dia langsung mengambil foto itu dariku dan memasukkannya ke kantong mantelnya.

"Yang barusan itu...Kurang bagus untuk dilihat...Tolong kalian berdua anggap yang barusan tidak pernah terjadi." Dia tersenyum untuk menyembunyikan rasa malunya. Sepertinya itu adalah masa lalu yang ingin dia lupakan, tapi Ibunya sudah tahu soal foto tersebut.

"Itu foto yang kami ambil waktu dia di SMA, benar tidak? Gadis ini selalu sepertiitu sejak SMP. Dia benar-benar bodoh."

Dia lalu menatap Shioriko dan diriku, seperti memberitahukan kepada kami kalau kisah barusan masih ada lanjutannya.

"Tahu tidak, dia biasa nongkrong setiap malam di Stasiun Yokohama. Oh, dan suatu malam waktu kelas 1 SMA, dia pernah tertangkap polisi sedang membeli bir di sebuah mesin penjual minuman."

"Itu karena kakak kelasku meminta tolong kepadaku untuk membelikan itu, jadi mau bagaimana lagi. Padahal aku sudah memberitahumu berulang kali soal itu."

"Yang ingin kukatakan adalah, membeli bir hanya karena orang lain mengatakan begitu, adalah hal yang bodoh. Meski begitu, kau ternyata masih menyukai alkohol. Bahkan waktu pertemuan di pecinan tempo hari, kau malah minum terlalu banyak."

"Aku sudah berhenti minum sejak beberapa waktu yang lalu. Bukankah kamu yang memesan Anggur Shaoxing waktu itu?"

"Berhenti minum-minum katamu? Padahal pertemuan itu belum sampai dua bulan yang lalu. Aku memesannya karena kau tampak kesal. Suamimu hanya duduk disana dan diam. Begitu saja tampilan suamimu sudah cukup menakutkan, tapi ketika dia mulai bicara..."

Tiba-tiba, Shinobu memukul dinding dengan tangannya. Guncangannya cukup terasa di dinding ruangan ini.

"Boleh-boleh saja kau bicara apapun tentang diriku, tapi kalau kau menghina Masa seperti itu, akan kulempar kau dari jendela!"

Bahkan Kawabata Mizue langsung terdiam melihat amarahnya.

"...Apa anda ingat sesuatu tentang buku yang sedang dicari Shinobu?" tanya Shioriko.

Kulihat wajahnya dari samping. Mungkin ini hanya imajinasiku saja, tapi ekspresinya tampak tegang sekali. Wajahnya tampak berbeda dari sebelumnya.

"Seekor anjing bernama Tobiku muncul di cerita itu, jadi buku itu ada sebelum anda memiliki anjing peliharaan."

"Ah, anjing bodoh itu." Kawabata Mizue tiba-tiba mengucapkannya dengan kesal. "Aku tahu kalau nama Tobiku itu berasal dari buku...Meski begitu aku kesulitan untuk mengingat judulnya. Hmm...Kira-kira apa ya?"

Sebuah kesunyian tercipta di ruangan ini. Tidak ada satupun tanda-tanda kehangatan di ruangan ini, dan desahan napas kami semua terlihat berwarna putih. Lalu Ibu Shinobu tampak melihat ke beberapa sudut ruangan seperti berusaha mencari petunjuk, tapi akhirnya dia menggelengkan kepalanya.

"Sayangnya, aku tidak ingat soal itu."

"Apa mungkin suami anda tahu?"

"Aku sudah bertanya soal itu kepadanya, tapi dia menjawab tidak tahu. Dia orangnya sibuk dan jarang di rumah. Dia mungkin tidak tahu buku apa saja yang dibaca anaknya."

"Begitu ya..." Shioriko tampak kecewa.

Pada akhirnya, kami tidak bisa menemukan satupun petunjuk setelah datang jauh-jauh kemari. Bahkan Shioriko, yang sangat ahli dalam memecahkan misteri tentang buku, mengalami kesulitan. Kemungkinan besar, tidak ada seorangpun yang tahu apa judul buku tersebut.

"Maaf ya. Sepertinya kita tidak bisa menemukan buku yang kau cari meski sudah jauh-jauh kesini..." Shioriko meminta maaf dan menundukkan kepalanya. Melihat hal tersebut, Shinobu lalu menepuk-nepuk bahunya dan berkata.

"Jangan begitu. Mbak pemilik toko, kau tidak punya alasan untuk meminta maaf. Akulah yang berhutang banyak kepadamu dan aku masih bisa bersabar menunggu hasilnya. Waktunya masih banyak kok."

"...Sederhananya, mencari-cari apa yang kau baca puluhan tahun yang lalu adalah hal yang idak ada gunanya." Mizue mengatakan itu dengan ekspresi sinis.

"Kalau memang penting, harusnya kau simpan itu bersamamu. Berhenti menyeret-nyeret orang lain ke masalah yang tidak ada nilainya seperti ini. Dari dulu kau memang bodoh seperti ini."

Dia memberikan penekanan ke kata bodoh. Suasana ruangan ini malah semakin dingin. Aku merasa ada seseorang yang menatap ke arah kami dan ketika kulihat ke arah pintu ada seseorang disana. Ayah Shinobu, yang kami temui sebelumnya, sedang berdiri dengan diam di lorong.  Dari matanya, dia seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi dia memilih untuk tidak ikut campur.

"...Kalau begitu aku pergi. Tidak ada yang ingin kulakukan lagi disini."

Sakaguchi Shinobu mengembuskan napasnya dan menggumamkan itu. Kedua tangannya mengepal, tapi dia masih belum hilang kontrol. Kututup kardus tersebut dan berdiri. Aku sendiri, juga tidak mau tinggal disini lebih lama lagi.

"Begitu ya? Kalau begitu titip salam ke suamimu yang menakutkan itu."

Kepala Shinobu tampak memerah. Emosinya memuncak seperti hendak menyemburkan api, tapi   

"   Nyonya Kawabata!"

Tak terduga, ternyata Shioriko yang mengatakan itu dengan suara tinggi.

"Bukanlah hal yang tidak berguna."

"Maaf, apa maksudmu?"

"Ingin menemukan kembali buku yang dulu pernah hilang bukanlah sesuatu yang tidak berguna. Tolong tarik kembali kata-kata anda itu."

Bahkan aku tahu kalau Shioriko sudah muak dengan Mizue.

"Apa sih yang kau katakan itu?" Ibu Shinobu memasang senyum sinis yang lebar.

Aku sendiri bisa memahami reaksi Shioriko. Dia juga punya sebuah buku yang ingin dia temukan. Sebuah buku dimana Ibunya dulu memberikan buku itu kepadanya, Cra Cra Diary.

"Kenapa anda masih merawat rumah anjing tersebut?" Shioriko meminta jawaban Mizue.

Aku merasa kalau tombol untuk merubah karakternya sudah ditekan, ini adalah karakternya ketika dia sudah memecahkan misteri. Tapi kali ini, aku tidak tahu apa maksudnya. Kenapa dia bertanya soal rumah anjing tersebut?

"Bukankah anda sudah tidak tidak membutuhkannya karena anjingnya sudah tidak ada lagi. Benar?"

"Benar...Tapi ada apa dengan itu?"

"Anjing tersebut sudah bertahun-tahun tidak ada disini, tapi rumah anjing tersebut selalu dirawat dengan baik. Bukankah itu karena kau ingin rumah anjing itu selalu siap ketika anjing tersebut kembali lagi, benar tidak? Itu karena kau berharap anjing tersebut suatu hari nanti akan kembali."

Senyum sinis mulai memudar dari wajah Kawabata Mizue. Dia merasa kesal seperti pening akan sesuatu.

"Aku tidak bilang kalau aku berharap anjing itu akan kembali...Hanya saja aku tidak tega untuk membuangnya. Bukankah semua orang punya hal-hal yang tidak bisa dibuang begitu saja, benar tidak?"

"Apakah hanya rumah anjing itu yang tidak ingin anda buang?"

Ekspresi wajahnya langsung berubah.  Untuk sejenak, dia menatap ke arah putrinya.

"...Pergi kalian semua dari rumahku. Cepat pergi!" Mizue mengatakan itu dengan nada tinggi.




x Part 4 | END x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar